Minggu, 08 Juli 2018

Untuk Irene (3)

Nak, orang jahat itu sungguh ada.

Waktu kelas 3 SD, mama adalah korban bullying. Bukan sama teman nak, tapi sama guru. Iya, guru.

Opung bapa dulu kerja sebagai satpam. Opung mama kerja jadi kapster di salon. Tapi opung ga pernah mau kasih pendidikan yang serampangan buat anaknya. Mama dan Ua sekolah di salah satu SD swasta terbaik di Depok pada jaman itu.

Bisa sekolah disitu bukan berarti Opung mama dan Opung bapa gajinya besar. Justru, mama dan Ua termasuk bilangan anak kelas bawah secara ekonomi di sekolah itu.

Suatu hari, mama menyetorkan sejumlah rupiah kepada wali kelas mama di kelas 3. Mama lupa alasannya apa. Yang pasti, guru itu langsung istighfar lihat uang mama. Uang kertas pecahan kecil. Lusuh pula.

Mama ingat, guru tersebut suatu ketika bicara di depan kelas soal buku siswa yang lecek sampulnya, seperti uang yang mama setorkan kala itu. Dan sekelas tertawa. Perasaan mama? Sakit. Sakit sampai mama selalu menangis setiap mengingat kejadian itu sampai sekarang.

Mama ingat, guru tersebut selalu marah kalau ada anak yang tidak bawa buku pelajaran tertentu. Tapi suatu ketika, teman sebangku mama, seorang kaya, yang suka bawa hadiah untuk guru tersebut, tidak bawa buku salah satu mata pelajaran. Hari itu, tidak ada mata pelajaran tersebut. Sejak itu, mama ketakutan untuk berada di kelas 3 SD.

Suatu ketika, guru tersebut memberi pertanyaan, untuk mengetes kemampuan siswa. Yang bisa, angkat tangan duluan. Soal matematika kalau tidak salah. Mama yang pertama tunjuk tangan. Terus? Guru tersebut membatalkan pertanyaan, dan menggantinya.

Mama selalu berpikir bahwa mama yang salah saat itu. Tapi sekarang, mama mengerti. Bukan mama yang salah. Ketakutan mama yang membuat mama merasa bersalah. Karena kemiskinan mama.

Nak, beruntunglah kamu karena mama seorang guru. Setidaknya, disekolah Advent manapun, kamu tidak akan dikucilkan seperti mama. Sesama guru tidak akan saling menjatuhkan anak guru lain.

Nak, pesan mama, kemiskinan bukanlah bahan tertawaan. Bukan bahan untuk bercanda. Karena percayalah nak, rasanya tidak menyenangkan menjadi orang miskin. Sudah cukup kesusahannya, jangan tambah lagi dengan sikap pilih kasih, apalagi menghina.

Irene sayang, kemiskinan bisa merubah orang. Yang beragama dengan taat sekalipun. Mama ingat, pada jaman itu, gaji guru sepertinya tidak besar. Mungkin guru itu berharap banyak dari murid yang kaya, sehingga melupakan esensi mendidik, melupakan atribut keagamaan yang dia kenakan, yang justru tidak dibarengi dengan sikap beragama yang benar.. padahal rekan guru lainnya yang tidak mengenakan atribut keagamaan seperti dia (guru mama dikelas 1,2,.4,5,6) malah lebih baik dan bersahaja sikapnya.

Berdoalah nak, supaya tidak menjadi orang yang menjalankan agama dengan tidak benar. Karena semua agama mengajarkan kebaikan, namun tidak semua orang baik.

Mama bukan ibu yang baik, mama tau. Tapi Irene harus tau, bahwa setiap hari, mama berdoa, supaya Tuhan memelihara Irene, dan memenuhi kebutuhan Irene.

Nak, mama sangat terbeban jadi orang susah. Tapi puji Tuhan, mama selalu masuk kelas unggulan di SD. Puji Tuhan, mama masuk SMP, SMA, dan kuliah di Universitas yang terbilang favorit. Tuhan itu baik, nak.

Belajarlah biar pintar, Irene. Karena kepintaran bisa membawa kekayaan, tapi kekayaan belum tentu membawa kepintaran. Terlebih, berdoalah supaya Tuhan selalu berkati. Jangan pelit sama orang miskin ya, nak.

Mama sayang irene..


Selasa, 03 Juli 2018

Through ups and downs

Gue dan suami adalah dua pribadi yang..gimana ya, awalnya berpikir punya banyak kesamaan, ternyata malah bertolak belakang banget. Contoh :

gue selalu negative thinking, while he's the positive thinker.

Terkadang gue harus bekerja secara multitasking. Suami gue? Jangan suruh dia kerjain dua kerjaan berbarengan. Pokoknya jangan, kalo lo masih mau waras. Wong satu kerjaan aja lamaaaaa banget selesainya.

Barang bawaan gue kemana-mana itu terbatas. Kalo bisa cuma satu tas. Apalagi kalo jarak deket. Dompet, hape, udah. Suami? Kalo lo mau cari Doraemon versi manusia, nah, itu laki gue.Bagus sih, kadang ada aja yang mendadak mesti ada, dan dia bawa. Walau bagasi mobil isinya kaya orang yang hidupnya nomaden.

Gue paling males liat kulkas isinya makanan yang udah lama ga dimakan, while my husband doesn't. He loves keeping everything. Giliran mau gue buang, dia bakal ceramah soal jangka waktu makanan bisa awet berapa lama di kulkas (walau kadang kalo dia lagi ga ada, gue buangin dikit-dikit, hahah..).

Sesuatu yang rusak buat gue harus langsung diganti, walau artinya harus keluarin budget lebih. Suami gue? He can fix almost everything. I mean.. everything. Selama YouTube nunjukkin caranya, itu barang bisa balik kaya semula. Minimal 90 persen lah. Gila ga tuh.

Gue paling males berdebat di medsos. Cape tau. Buang-buang waktu. Suami gue? Hobinya debatin orang ga dikenal tentang politik sama agama di media sosial. Itu tuh laki gue. Sampe-sampe gue pikir gue ga diakuin jadi istri saking dia ga pernah posting foto gue di Facebook lantaran dia ga mau gue diganggu orang yang ga suka dia dunia maya (baca : orang-orang yang sakit hati di "lawan" di media sosial).

Gue doyan sambel, dia ngga.

Gue gampang marah, dia sabar.

Gue hobi tidur, dia juga. Heheh.

Pokoknya banyaklah. Tapi satu hal yang udah pasti sama. Visi kita untuk Irene, our beautiful baby.

Punya anak itu menurut gue artinya lo harus ngorbanin hidup lo. Karena sekarang tugas lo adalah mempersiapkan kehidupan yang baik, layak, dan benar buat jiwa baru. Bukan tentang "gue" lagi. Tiap punya uang, you have to spend some of it for this little creature. Mau jalan, lo harus mikirin siapa yang nemenin ini anak. Mau belanja, lo harus inget stok popok dirumah. And many more. Lo harus makin mundur, supaya si kecil maju. Kebahagiaan lo adalah perngorbanan yang semoga ga sia-sia.

Visi gue dan suami sama. Untuk ngasih masa depan yang cerah buat Irene, dan calon adik-adiknya kedepan. Berat? Iya pasti. Dengan segala perbedaan antara gue dan suami, kita sama-sama harus membesarkan anak berbarengan.

Gue percaya kalo bhineka tunggal ika itu ada dikeluarga juga. Ada kalanya gue harus ngalah, ada kalanya suami yang harus ngalah. Kenapa? To make this relationship still working as we hope. To keep this family right on the track. To make sure that our next generation have better life than us. Gimana mau anak berhasil kalo orangtuanya ga sejalan.

I love my baby, like my husband love her too. Sama. Ketika lo mencintai hal yang sama, lo akan berusaha mencocokkan diri lo sama orang tersebut. Walau sulit.

Sama kaya ngefans sama idola, lo ga bisa egois kalo ada meet and greet, karena semua sama-sama suka sama si idola. Nah, kira-kira kaya gitu. Maunya memiliki, tapi itu harus dimiliki bersama. Otomatis harus saling kerjasama supaya sama-sama senang.

Irene itu kebahagiaan kami. Cape ngurusnya, tapi seneng.

Terlalu dini buat gue bilang bahwa gue bisa melewati semua bersama suami through ups and downs. But I hope so. I hope we will. I hope Irene would help us. Through ups. And downs. Amen.


Minggu, 01 Juli 2018

Sampah. Ga usah dibaca kali ya.

Ini adalah postingan asal semata.

Well, after seeing one of selebgram yang ngehits dengan bayinya, I decide to write this one.

This selebgram said that it's okay to feel tired when you take care of your child, though people would judge you ungrateful woman. The point is, there's no any relationship between feeling tired with ungrateful. We're still human, who has feeling, and people can't understand it sometimes, but life must go on. Pusing amat mikirin orang.

Gue setuju banget sama pernyataan ini. Kenapa? Cause sometimes people so judging. Emang ga boleh ya bilang capek? Hellooo..manusia diciptakan Tuhan dengan kekuatan yang terbatas loh. Capek itu normal kali. Bukan seorang ibu ga bersyukur kalo bilang capek saat ngurus anak. Bukan. Sama aja sama orang kerja untuk cari uang. Emang ga boleh ngeluh capek? Emang kalo bilang capek artinya ga bersyukur? Bukan. Itu adalah kemanusiaan kita.

Jujur, gue ga terlalu lelah untuk ngurus Irene saat ini, karena ada banyak anggota keluarga yang bantu gue saat ini, thanks to them. Tapi bukan artinya gue ga capek sama sekali. Lebih ke arah nahan sakit sih. Suka sebel sama orang yang nganggep terlalu manja kalo bilang sakit terus. Rasanya pengen dibelek aja perut tuh orang, acak acak isinya, jait lagi.

Belum lagi seorang ibu juga harus ngorbanin waktu buat anaknya. Ga bisa kemana-mana loh gue. Demi direct feeding Irene dan memastikan stok ASI cukup pas gue tinggal kerja nanti. Ngorbanin bentuk badan yang melar ga menentu dan lo ga boleh diet karena masih harus ngestok ASI.

Terimakasih loh untuk yang udah bersimpati dan berempati sama gue, dan semua kaum ibu yang merasakan sakitnya c section pas ngelahirin serta ibu-ibu yang kadang ngerasa lelah. Really appreciate that.

Gitu deh ya curhatan gue. Udah jam 4 pagi nih. Anak baru tidur stengah jam lalu, terus harus istirahat dulu, nyiapin tenaga soalnya Irene mau diimunisasi besok.

At the end, I thank God everytime I see my baby, though sometimes I feel so tired and many emotional feeling inside makes me lil bit insane. Tuhan ngerti kok, gue yakin. Manusia aja yang suka ribet.

Bye.